Benarkah ada kasta rendah dan kasta tinggi di dalam Agama Hindu?
Bhagavad-gita 9.30
Meskipun seseorang melakukan perbuatan yang paling jijik, kalau ia tekun dalam bhakti, ia harus diakui sebagai orang suci karena ia mantap dalam ketabahan hatinya dengan cara yang benar.
Meskipun seseorang melakukan perbuatan yang paling jijik, kalau ia tekun dalam bhakti, ia harus diakui sebagai orang suci karena ia mantap dalam ketabahan hatinya dengan cara yang benar.
Bhagavad-gita 18.45
Dengan mengikuti sifat-sifat pekerjaannya, setiap orang dapat menjadi sempurna. Sekarang dengarlah dari-Ku bagaimana kesempurnaan ini dapat dicapai.
Dengan mengikuti sifat-sifat pekerjaannya, setiap orang dapat menjadi sempurna. Sekarang dengarlah dari-Ku bagaimana kesempurnaan ini dapat dicapai.
Bhagavad-gita 18.46
Dengan sembahyang kepada Tuhan, sumber semua makhluk, yang berada di mana-mana, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dengan melakukan pekerjaan sendiri.
Dengan sembahyang kepada Tuhan, sumber semua makhluk, yang berada di mana-mana, seseorang dapat mencapai kesempurnaan dengan melakukan pekerjaan sendiri.
Kata “kasta” berasal dari bahasa Portugis “caste” yang berarti
pemisah, tembok, atau batas. Sejarah kasta yang dituduhkan pada
masyarakat Hindu berawal dari kedatangan Bangsa Portugis yang melakukan
pengarungan samudra ke dunia timur yang didasari atas semangat Gold
(memperoleh kekayaan) Glory (memperoleh kejayaan) dan Gospel (penyebaran
agama/penginjilan). Caste yang dalam sejarah portugis sudah berlangsung
lama akibat proses Feodalisme. Bahkan feodalisme ini terjadi pada semua
sejarah masyarakat dunia. Di Inggris muncul penggolongan masyarakat
secara vertikal dengan membedakan namanya seperti Sir, Lord, Duke, dll.
Gelar-gelar kebangsawanan Teuku dan Cut masih diterapkan secara kental
di Aceh, di Jawa sendiri juga diterapkan dalam pemberian nama raden.
Istilah kasta dilekatkan pada agama Hindu mulai ada semenjak kesalahan Max Muller dalam menterjemahkan Weda kedalam Bhs Inggris. Max Muller menterjemahkan Catur Warna sama dengan kasta.
Tidak ada istilah Kasta di kitab suci Hindu baik Weda maupun sastra-sastra lainnya. Yang ada adalah yang menerangkan beberapa profesi (Warna) yang diantaranya ada yang sebagai pemuka agama (Brahmana), pemimpin dan Tentara (Kesatria), pedagang / pengusaha (Wesia) dan buruh / kalangan biasa (Sudra). Tidak disebutkan mana yang tinggi dan mana yang rendah. Contoh : Perampok Valmiki setelah sadar dan memuja Tuhan menjadi Maha Rsi Valmiki (profesi Brahmana), yang adalah penulis kisah nyata Ramayana.
Adanya klasifikasi profesi ini diplesetkan dan dimanfaatkan oleh
kalangan tertuntu baik internal maupun ekternal untuk kepentingan
individu, kelompok maupun penjajah, di India maupun di Indonesia.
Sebelum abad ke-14, “gelar kasta” tidak dikenal di Bali/ Jawa. Penjajah
Belanda, selama 350 tahun menguatkan sistem kasta karena ini sesuai
dengan politik divide et impera – nya. Di Bali saat ini hampir tidak ada
pengaruhnya, yang masih ada hanyalah “gelar-gelar” yang hampir tidak
ada implikasinya dalam masyarakat terkecuali individu-individu tertentu.
Adalah kenyataan di dunia dari dulu sampai sekarang, dimanapun,
bangsa dan agama manapun, bahwa, pemuka agama dan pemimpin di masyarakat
atau negara lebih dihormati, prioritas dan sebagainya. Jadi kalau
demikian apakah hal ini bisa disebut Kasta ?
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis kritik, saran, komentar, masukan, dan pendapat anda pada kotak komentar di bawah. Harap berkomentar dengan sopan dan bijak. Terimakasih.